Pemkab Madiun Terima Kunjungan Kehormatan Tingkat Tinggi Tim Uni Eropa Untuk Proyek “Beras Rendah Karbon”

Madiun.Panjinasionalnews.com.Pemerintah Kabupaten Madiun menerima kunjungan tingkat tinggi delegasi Uni Eropa dan perwakilan negara anggota Uni Eropa dalam rangka implementasi Proyek SWITCH-Asia “Beras Rendah Karbon”, Selasa (1/7/2025). Kegiatan ini diawali dengan kunjungan lapangan ke persawahan Desa Klumutan, Kecamatan Saradan, yang menjadi lokasi penerapan proyek pertanian berkelanjutan.

Para delegasi disambut oleh Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan, Sumanto, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan, Paryoto, Camat Saradan, serta seluruh kepala desa se-Kecamatan Saradan. Para tamu kehormatan diajak meninjau secara langsung pertanaman padi rendah karbon serta proses penggilingan padi pascapanen yang menerapkan metode ramah lingkungan. Peninjauan ini sekaligus memperlihatkan kontribusi nyata masyarakat dan pelaku usaha lokal terhadap transisi menuju pertanian rendah emisi.

Kunjungan berlanjut ke Pendopo Ronggo Djumeno, Caruban, di mana para duta besar disambut dengan penampilan tari “Kampung Pesilat Indonesia”, yang menggambarkan kekayaan budaya Kabupaten Madiun Pencak Silat. Rombongan kemudian diterima secara resmi oleh Bupati Madiun H. Hari Wuryanto dan Wakil Bupati dr. Purnomo Hadi di Ruang Gambar Pendopo.(Dilansir dari Sumber Prokopim).

Bupati Madiun, H. Hari Wuryanto, dalam sambutannya mengaku sangat terhormat atas dipilihnya Kabupaten Madiun sebagai bagian dari inisiatif penting ini. “Inisiatif ini bertujuan mengurangi jejak karbon dari sektor pertanian, khususnya produksi padi yang menjadi tulang punggung pangan nasional,” ujarnya.

Bupati Madiun  juga menyampaikan bahwa Kabupaten Madiun merupakan salah satu sentra produksi padi terbesar di Jawa Timur. Pada 2024, Madiun mencatat luas panen sebesar 73.420 hektare dengan total produksi mencapai 437.458 ton gabah kering giling (GKG). Jika dikonversi, jumlah tersebut setara dengan 252.597 ton beras konsumsi, cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan lebih dari 2,6 juta jiwa selama satu tahun.

Atas capaian tersebut, Kabupaten Madiun meraih peringkat ketiga nasional dalam kategori Indeks Pertanaman (IP) Padi Tertinggi tingkat Kabupaten/Kota tahun 2023 dari Kementerian Pertanian RI.

Bupati Madiun menegaskan komitmen pemerintah daerah terhadap pertanian berkelanjutan. “Kami berterima kasih atas kerja sama luar biasa ini. Kami ingin pertanian Madiun bisa berkontribusi pada kesehatan masyarakat melalui produksi low carbon rice. Ini juga bentuk dukungan kami terhadap visi Asta Cita Presiden Prabowo, menjaga ketahanan pangan sekaligus memperhatikan aspek kesehatan,” jelasnya.

Terkait luasan lahan yang sudah menerapkan sistem rendah karbon, Bupati Madiun menyebut baru sekitar 10 persen dari total potensi. Ia optimistis, melalui dukungan APBD dan pendampingan Uni Eropa, proporsi ini akan terus meningkat.Sementara Itu, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Denis Chaibi, menyampaikan alasan pemilihan Kabupaten Madiun sebagai lokasi proyek. “Jumlah petani yang besar dan dukungan penuh dari pemerintah daerah, termasuk Bupati dan Gubernur, membuat kami yakin masa depan proyek ini akan sukses,” ujar Denis.

Denis menambahkan, pihaknya juga menjalankan berbagai proyek lain di sektor pendidikan, kesehatan, energi, dan perikanan, tidak hanya di Madiun, tetapi juga di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ia menekankan pentingnya keselarasan proyek ini dengan prioritas nasional maupun regional

Sebagai informasi, proyek “Beras Rendah Karbon” merupakan inisiatif Uni Eropa melalui program SWITCH-Asia. Proyek ini berfokus pada produksi dan pengolahan padi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan guna menghadapi tantangan perubahan iklim dan meningkatkan ketahanan pangan. Salah satu pendekatan yang diterapkan adalah efisiensi pascapanen, terutama di sektor penggilingan padi.Gunawan, pengusaha penggilingan UD. Sri Langgeng Klumutan, menjadi salah satu pelaku usaha yang telah bertransformasi menggunakan energi listrik sebagai pengganti solar.

“Dulu sehari hanya bisa produksi 3 ton beras, sekarang dengan listrik bisa 15 sampai 20 ton. Biaya lebih murah dan tidak repot beli solar ke SPBU. Sudah satu tahun pakai listrik, dan modalnya sudah kembali,” ungkapnya.

Ia berharap usaha penggilingannya bisa terus berkembang dan menjadi contoh bagi pengusaha lain.Program SWITCH-Asia sendiri telah berjalan sejak 2007 dan dirancang untuk mempromosikan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan (SCP) di Asia, sejalan dengan SDG 12 dan mandat Perjanjian Paris dalam transisi menuju ekonomi rendah karbon dan ramah lingkungan.(***)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *