Jakarta.Panjinasionalnews.com.Besaran gaji serta tunjangan yang diterima para direktur Pertamina telah diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-13/MBU/09/2021 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN.Selain gaji pokok, para direksi juga menikmati berbagai tunjangan dan fasilitas, di antaranya: Tunjangan Hari Raya (THR): Maksimal satu kali honorarium bulanan per tahun. Tunjangan Perumahan: Sebesar 85 persen dari tunjangan perumahan Direktur Utama. Asuransi Purna Jabatan: Premi ditanggung perusahaan hingga 25 persen dari gaji tahunan. Fasilitas Kendaraan Dinas dan Asuransi Kesehatan: Dalam bentuk pertanggungan atau penggantian biaya pengobatan. Bantuan Hukum: Jika diperlukan dalam kapasitas jabatan. Selain itu, direksi juga berhak menerima tantiem atau insentif kinerja yang diberikan sebagai penghargaan atas pencapaian laba dan target perusahaan.(Dilansir dari berbagai Sumber Kompas.com/CNN Indonesia/Tempo.co).
Berdasarkan Laporan Keuangan 2023 PT Pertamina Patra Niaga, kompensasi yang diberikan kepada manajemen kunci, yakni dewan direksi dan komisaris, mencapai US$19,1 juta dollar AS. Jumlah ini setara Rp312 miliar (asumsi kurs Rp16.370 per dolar AS).Pada 2023, Pertamina Patra Niaga memiliki tujuh anggota dewan komisaris dan tujuh anggota dewan direksi.Dengan jumlah tujuh anggota Dewan Komisaris dan tujuh anggota Dewan Direksi, maka jika dibagi rata, setiap individu diperkirakan menerima kompensasi sekitar 1,36 juta dollar AS atau sekitar Rp 21,8 miliar per tahun (asumsi kurs Rp 16.000 per dollar AS). Jika angka tersebut dibagi dalam 12 bulan, maka estimasi gaji Direktur Utama Pertamina Patra Niaga per bulan mencapai Rp 1,81 miliar. Angka ini menjadikan posisi Direktur Utama di anak usaha Pertamina sebagai salah satu jabatan dengan penghasilan tertinggi di sektor BUMN.Kasus korupsi di tubuh Pertamina ini terungkap berkat kerja keras Kejagung.Kejagung menyebut total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selain itu kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.(***).