Polda DIY Tindaklanjuti Penyelidikan Kasus Penyerobotan Tanah Mbah Tupon Dan Tetapkan Beberapa Tersangka

Yogyakarta.Panjinasionalnews.com.Polda DIY belum menyebut siapa saja tersangka dalam kasus Bryan Manov. Namun ia mengindikasikan beberapa tersangka yang sudah ditetapkan dalam kasus Mbah Tupon terlibat dalam kasus Bryan. “Kemungkinan lebih dari satu orang,” tuturnya.

Diketahui enam tersangka yang telah ditahan oleh Polda DIY yakni mantan Lurah Bangunjiwo Bibit Rustamta (BR) yang juga pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Bantul selama dua periode, 2014-2019 dan 2019-2024, dua orang makelar tanah Triono Kumis (Tk) dan Triyono (Ty), Vitri Wartini (VW) dan sepasang suami istri Muhammad Achmadi (MA) dan Indah Fatmawati (IF).

Namun terdapat satu tersangka yang saat ini belum dilakukan penahanan yakni seorang notaris, Anhar Rusli (AH). Menurutnya, Anhar Rusli belum ditahan karena sedang dalam kondisi sakit yang disertai dengan keterangan dokter.

“Kami tetap akan minta pertanggungjawabannya kalau tidak hari ini paling lama hari Selasa (24/6/2025),” terangnya.

Kasus ini bermula saat Mbah Tupon menyerahkan sertifikat tanahnya untuk proses pecah bidang. Namun, oleh para tersangka malah disalahgunakan hingga status tanah berubah kepemilikan melalui serangkaian pemalsuan dokumen dan transaksi fiktif yang kompleks.  (Dilansir dari Sumber Hms Polda DIY).

Tanah Mbah Tupon itu oleh para tersangka dipecah menjadi dua sertifikat. Kemudian dua sertifikat tanah itu disalahgunakan. Oleh mereka, ada yang sebagian dijual, digadaikan hingga digunakan sebagai jaminan pinjaman di bank.

Terkait peran dari ketujuh tersangka tersebut, Bibit Rustamto (60) berperan memberikan Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada Triono Kumis dan membujuk Mbah Tupon. Bibit juga menerima uang transfer sejumlah Rp 60 juta dari Vitri Wartini.

Kemudian Triono Kumis (54) berperan menerima SHM dari Bibit Rustamto dan menyuruh Mbah Tupon beserta istri untuk tanda sertifikat Akta Jual Beli (AJB) fiktif. Ia juga menjadikan SHM Mbah Tupon untuk jaminan pinjaman di koperasi. Lalu bersama Vitri Wartini menggunakan akta palsu menjual/menggadai sertifikat Mbah Tupon dan menerima Rp 18.750.000.

“Ia juga Menyerahkan salah satu sertifikat ke Triyono dan menerima senilai uang Rp 137.000.000,” tuturnya.

Selanjutnya peran Vitri Wartini (50), dikatakan dari hasil menjual/menggadai menggunakan akta palsu itu ia menerima uang sebesar Rp 90 juta. Kemudian menebus sertifikat yang telah dijaminkan ke koperasi.

Peran Triyono (50) yakni mengurus AJB fiktif atas perintah Muhammad Achmadi dan mentransfer uang hasil penjualan sertifkat ke Triono Kumis. Ia menerima uang dari Muhammad Achamdi lalu mengirimkan ke Triono Kumis sejumlah Rp137 juta.

Peran Muhammad Achmadi (47) dalam kasus tersebut di antaranya merancang skenario jual beli fiktif. Ia menggunakan sertifikat Mbah Tupon yang telah beralih nama atas nama istrinya Indah Fatmawati untuk mengajukan pinjaman ke bank dan mendapatkan kredit sebesar Rp2,5 miliar.

Selanjutnya Indah Fatmawati berperan menandatangani AJB fiktif dan menjadi pemilik nama baru SHM. Ia juga menjadi penjamin pinjaman bank untuk suaminya dan menerima dana masuk ke rekening pribadi dengan jumlah yang tidak dirinci.

Terakhir yakni Anhar Rusli (60) berperan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). PPAT, ia membuat AJB fiktif tanpa kehadiran pihak yang sebenarnya, memproses balik nama Sertifikat Mbah Tupon menjadi atas nama Indah Fatmawati dan menyerahkannya ke Triyono. “Ia menerima Rp10 juta,” terangnya.

Dari tindakan mereka, para tersangka dijerat dengan beberapa Pasal. Pertama Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan Pasal 266 KUHP tentang keterangan palsu dalam akta otentik.

Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 3,4 dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Penyidik berpendapat ada dugaan tindak pidana pencucian uang dalam rangka untuk merecovery kejahatan yang dilakukan,” tandasnya.

Kepolisian juga telah mengantongi beberapa bukti transfer uang yang dilakukan para tersangka. Bukti transfer masing-masing tersangka tersebut telah dicetak.

“Penyidik berkeyakinan adanya aliran dana dalam rekening itu,” tandasnya.

Ancaman pidananya bervariasi, mulai dari empat hingga tujuh tahun penjara untuk tindak pidana penipuan, penggelapan, dan pemalsuan, serta maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar untuk pencucian uang.(***)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *