Ketua Komisi Kejaksaan RI Berpesan Kepada Seluruh Anggota Institusi Kejaksaan Untuk Selalu Menjaga Integritas Dan Keprofesionalan Dalam Bekerja

Jakarta.Panjinasionalnews.com.Sekilas Sejarah Komisi Kejaksaan RI.Komisi Kejaksaan RI lahir pada 7 Februari 2005 dengan ditandai terbitnya Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Peraturan Presiden tersebut terbit sebagai bentuk pelaksanaan Pasal 38 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yaitu, Untuk meningkatkan kualitas kinerja Kejaksaan, Presiden dapat membentuk sebuah komisi yang susunan dan kewenangannya diatur oleh Presiden.

Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2011 sebagai penyempurnaan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 menetapkan Komisi Kejaksaan bertugas melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau Pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai peraturan perundang-undangan, kode etik, baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan, dan juga melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, tata kerja, kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di lingkungan Kejaksaan.

Komisi Kejaksaan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 memiliki perluasan wewenang dalam menangani laporan pengaduan dari masyarakat, yaitu selain dapat mengambil alih permeriksaan, juga berwenang melakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan atas pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan apabila ada bukti atau informasi baru yang dalam pemeriksaan sebelumnya belum diklarifikasi dan/atau memerlukan klarifikasi lebih lanjut, atau pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan tidak dikoordinasikan sebelumnya dengan Komisi Kejaksaan. Komisi Kejaksaan juga berwenang mengusulkan pembentukan Majelis Kode Perilaku Jaksa.

Berdasarkan pasal 15 Peraturan Presiden Nomor: 18 Tahun 2011, Keanggotaan Komisi Kejaksaan terdiri dari:

(1) KeanggotaanKomisi Kejaksaan terdiri dari:

a. Unsur masyarakat sebanyak 6 (enam) orang, terdiri dari praktisi/akademisi hukum, tokoh masyarakat, dan/atau pakar tentang Kejaksaan

b. Yang mewakili Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang.

(2) Keanggotaan dari unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berasal dari kalangan dalam maupun luar aparatur pemerintah.

Susunan Keanggotaan Komisi Kejaksaan sebagaimana tersebut di atas terdiri dari:

a. Ketua merangkap anggota;

b. Wakil Ketua merangkap anggota;

c. Sekretaris merangkap anggota;

d. 6 (enam) orang Anggota.

Komisi Kejaksaan dapat mengambil alih pemeriksaan apabila pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan tidak menunjukkan kesungguhan atau belum menunjukkan hasil nyata dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak laporan masyarakat atau laporan Komisi Kejaksaan diserahkan ke aparat pengawas internal Kejaksaan, atau apabila diduga terjadi kolusi dalam pemeriksaan oleh aparat internal Kejaksaan. Hasil pemeriksaan dimaksud disampaikan kepada Jaksa Agung dalam bentuk rekomendasi Komisi Kejaksaan untuk ditindak lanjuti. Apabila rekomendasi tersebut tidak ditindaklanjuti atau pelaksanaannya tidak sesuai rekomendasi, Komisi Kejaksaan dapat melaporkannya kepada Presiden.(Dilansir dari berbagai Sumber Komjak RI/Kompas.com).Mengingat tugas dan tanggung jawab Institusi Kejaksaan itu sangat penting dalam upaya penegakan hukum,Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Pujiyono Suwadi mengingatkan para jaksa dan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kejaksaan supaya menjaga sikap dan perilaku, baik dalam kedinasan maupun di luar kedinasan. “Ketika Bapak Ibu memakai seragam, jangan merasa gagah. Pakai mobil dinas, pelat Kejaksaan, jangan petantang-petenteng juga karena yang diawasi publik itu bukan hanya kinerja, tapi juga perilaku kita sehari-hari,” kata Pujiyono saat memberi arahan di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bangka Belitung, Selasa (22/4/2025).Ia pun menyinggung hasil survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menempatkan Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum paling dipercaya publik, berada di posisi ketiga secara nasional setelah TNI dan Presiden.

“Public trust itu terbentuk karena dua hal, yakni profesionalisme dan perilaku. Profesionalisme jelas ada aturannya, ada SOP, ada arahan pimpinan. Tapi sikap dan perilaku, itu tergambar dari keseharian,” ucap Pujiyono.Pujiyono menambahkan bahwa integritas dan sikap profesional tidak bisa diajarkan sepenuhnya di bangku kuliah. Menurut dia, keteladanan pimpinan, baik Kepala Kejaksaan Negeri (Kajati) dan Wakilnya ataupun Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari), merupakan kunci utama pembentukan karakter aparat penegak hukum. “Integritas tidak bisa diwariskan dari dosen. Tapi bisa diteladani dari pimpinan. Maka para Kajati, Wakajati, Kajari, harus sadar bahwa mereka sedang ditiru oleh anak buahnya,” kata Pujiyono.(***).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *